Melukis Warna Senja (Part Terakhir)





Gradasi Kehidupan
“Dek, sholat tahajjud dulu.” Panggilnya kepada istrinya yang masih mengapung bersama mimpi-mimpi tidurnya. Ia melihat anaknya yang tertidur pulas, ingin rasanya Afnan memcium anaknya namun ia takut membangunkan dan menganggu buah hatinya.
“Dek Khaira kita sholat tahajjud dulu.” Panggilnya sekali lagi. Khaira terbangun dan mengenakan jilbabnya.
“Iya kak, Khaira ambil wudhu dulu,” jawabnya dengan suara yang parau. Khaira menuju kamar mandi sementara Afnan masih memandangi buah hatinya. Selang beberapa menit Khaira datang dan langsung mengenakkan mukena putihnya. Afnan mengelar sajadahnya dan mereka meleburkan semua fikirannya kepada Allah.  putihnya. Afnan mengelar sajadahnya dan mereka meleburkan semua fikirannya kepada Allah. Bercinta hanya pada-Nya disepertiga malam di mana Allah turun ke bumi dan mendengarkan serta mengabulkan doa-doa hamba-Nya yang memohon pada-Nya.
Kedua pasangan suami istri tersebut larut dalam pengabdiannya dengan penuh penghayatan dimalam yang tenang tanpa ada suara bising dari sekelilingnya. Lepas sholat tahajjud Afnan menunduk sambil mentafakkuri perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup yang telah mengumpulkan gradasi kehidupan yang begitu berliku dan berbeda. Berbeda dari setiap krikil-krikil tajam yang menghadang dan berbeda dengan kemurahan Allah yang ia terima.
Ia menafakkuri perjalanannya dari awal peyakinan dirinya untuk memutuskan merantau meninggalkan tanah kelahiran dan meninggalkan ibunya dalam kesendirian. Ia masih sangat ingat awal ia meyakinkan dirinya dan pesan ikrarnya pada dirinya sendiri dan ibunya. Ibu, insya Allah Afnan berjanji akan menjadi anak yang sukses. Afnan tidak akan meminta apapun kepada ibu. Afnan hanya ingin ibu percaya bahwa kelak Afnan sukses dan menjadi anak yang ibu dan ayah inginkan. Afnan janji bu. Afnan janji. Ia mengingat semuanya. Ia teringat saat ia dilepas haru oleh ibunya. Ia ingat doa-doa dan nasehat ibunya kala ia meninggalkan tanah kelahirannya menuju perantauannya.
Semua tergambar jelas. Jelas, sangat jelas bak sang surya yang bersinar terang pada seanteroi langit. Afnan ingat saat-saat ia tiba di kota. Disaat ia tidak tahu harus melangkah ke mana. Saat ia bingung harus bagaimana di tempat yang asing baginya. Ia ingat saat ia harus tidur berhari-hari di pelataran masjid dan harus mengganjal perutnya dengan air kran untuk digunakan wudhu jamaah. Ia harus menemui semua itu sebab terpaan ujian yang menghadangnya pada awal rantaunya. Saat ia mengalami  rasa futur sebab tak ada yang menopangnya. Ia mengingat dan mengambil ibrah atas semua perjalanannya. Saat pertama kalinya ia kagum akan sosok laki-laki yang memberinya semangat dan optimisme dalam menjalani kehidupan ini.
Mengambil ibrah. Yah seperti itulah yang dilakukan oleh Afnan mengambil ibrah setiap kejadian yang berlaku atas takdirnya. Saat takdirnya harus berkali-kali ditolak lamaran kerjanya, baik itu di perusahaan maupun di super market. Kala takdir mengharuskan ia kuat dan berkeyakinan bahwa Allah selalu melihat usaha hamba-Nya menuju jembatan kesuksesan yang telah ia siapkan. Ia bersyukur. Bersyukur atas dikaruniakannya saudara-saudara yang se-iman mengulurkan tangannya saat ia benar-benar tak mampu lagi berdiri. Saat ia benar-benar rapuh. Hingga Allah memberikan buah dari kesabarannya dan kesuksesannya melewati ujian yang datang dari-Nya sebagai tanda cinta.
Kini hasil dari itu semua telah Afnan rasakan. Ia dikaruniakan sahabat yang sudah ia anggap sebagai kakaknya yakni Abdullah Yakub. Abdullah Yakub yang banyak mengajarkannya bagaimana menjalani hidup dengan selalu berprasangka baik pada Allah atas ketentuan takdir yang digariskan untuknya. Ia belajar bagaimana menjadi sosok yang tegar dan kuat menghadapi terpaan ujian yang silih berganti menghadap jalan kesuksesannya. Ia juga banyak belajar bagaimana seharusnya hamba memposisikan diri sebagai abdi Allah sebagai bentuk kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya bukan hanya sebatas ucapan saja melainkan dengan perbuatan dan dakwah.
Dari Yakub pulalah yang menjadi mediator baginya sehingga bisa menjadi bagian dari keluarga besar kiai Lutfi Hasan pengasuh pesantren Amirul Mukminin. Sehingga ia bisa mempersunting putri keduanya; Khaira Talita. Hasil dari buah cinta merekalah sehingga dikaruniai amanah oleh Tuhan dengan hadirnya bayi laki-laki mungil. Kelahiran anak pertamanya itulah juga ia sebut dengan kelahiran penuh berkah sebab bertepatan dengan kelahiran anak pertamanya ia juga mendapat surat dari diretktur PT. Usaha Mandiri tempat ia bekerja bahwa ia diberikan amanah untuk menjadi sekertaris di tempat kerjanya dengan terlebih dahulu dikirim untuk kuliah di OHIO STATE UNIVERSITY Amerika serikat dengan mengambil jurusan Management dan semua biaya di tanggung oleh perusahaan. Ia juga diberikan hak sepenuhnya untuknya membawa ikut istrinya untuk menemaninya di negeri paman Sam atau membiarkannya tetap tinggal di pesanteren. Afnan sangat mensyukuri semuanya. Mensyukuri atas kemurahan yang Allah kirimkan untuknya. Gradasi kehidupan yang terbentuk dalam labirinya membuatnya ia menjadi laki-laki yang pandai bersyukur pada Rabb-nya dan menjadikan ia lebih tawadhu menjalani hidup. Ia terus-menerus mensyukuri kehidupan yang digariskan untuknya. Dan malam ini, di malam sepertiga malam ia meleburkan semua perjalanannya dengan mengiba dan merintih pada Rabb-nya semoga ia tidak menjadi hamba yang kufur.
“Ya Rabb yang Menguasai kehidupanku janganlah Engkau menjadikan aku menjadi hamba-Mu yang kufur atas nikmat dan kemurahan yang Engkau limpahkan padaku.”
***
Pesawat Air Asia meninggalkan landasan bandara Internasional Soekarno Hatta. Ia melambung tinggi menuju angkasa raya. Afnan melihat negara Indonesia beserta dengan gedung-gedung yang mengjulang tinggi nampak kecil di matanya melalui balik jendela pesawat yang ia tumpangi. Ia duduk dibangku F15 dekat dengan jendela pesawat  sehingga ia dapat menikmati perjalanannya. Sementara di sampingnya, istrinya dengan takzim membaca doa berkendaraan. Afnan bertasbih memuji kebesaran Allah atas penciptaannya terhadap langit dan bumi tampak ada celah di dalamnya. Ia terus bertasbih. Dan terus bertasbih.
Tak lama kemudian pesawat terbang dengan normal. Tak ada lagi negara Indonesia beserta dengan gedung-gedungnya namun yang tampak hanyalah lautan putih nan bersih. Sangat putih bagai permadani yang terhampar dengan indah. Sementara penumpang yang lain tertidur pulas dan terlihat juga ada beberapa penumpang yang mabuk udara. Khaira istrinya pun tertidur dan anak laki-lakinya pun demikian. Afnan memandangi mereka berdua. Dan seulas senyum terkembang di wajahnya.
“Terima kasih ya Allah atas kesuksesan yang Engkau amanahkan pada hamba-Mu yang Fakir ini. Ibu tunggulah Afnan dua tahun kemudian datang kepadamu membawa hadiah kesuksesaan yang Afnan janjikan untukmu, ibu. Ibu yang Afnan sangat cintai dan rindukan.”
***
 SELESAI

Comments

  1. Subhanallah.. kisah yang sangat menginspirasi....

    kami menanti kisah kisah menarik selanjutnya..

    semoga Komunitas ini terus memberikan inspirasi bagi kita semua..
    terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ya Rabb. Mohon do'anya saudara semoga senantiasa diistiqomahkan untuk menebar inspiraasi

      Delete

Post a Comment