Cinta di Ujung Senja



Penulis: Muh. Ramli
ISBN: 978-602-443-140-2
Penerbit: Guepedia Publisher
Ukuran: 14 x 21 cm
Tebal: 114 halaman
Terbit:  Jumat, 18 Mei 2018

 
Ada kalanya manusia melakukan proses perubahan pada dirinya setelah mengalami pergolakan batin yang menguras emosi dan datangnya terpaan ujian yang bertubi-tubi sehingga manusia merasa tidak ada keadilan di dunia ini yang Allah peruntuhkan pada hamba-hamba-Nya. Dan Faiza Aliya Aziza telah berada pada titik itu sehingga ia melakukan metamorfosis pada kehidupan yang selama ini ia jalani. Ia membiarkan semua masa kelam hidupnya terbawa angin dan mengetuk pintu Cinta-Nya sehingga berhasil menemukan hidayah di kaki langit atas pencarian dirinya yang berusaha meninggalkan dirinya yang dulu dan mendapatkan cinta di ujung senja.
***

Salah satu bagian isi,


“Ramdan, cepatlah nanti kita terlambat,” Sahut Isbullah
“Tunggu sikitlah, Is. Adzan juga baru berlalu beberapa menit. Yakin saja kita tidak akan terlambat.” Protes Ramdan
“Iya, masalahnya kamu terlalu bertele-tele,”
“Iya ustadz, ini juga, ane sudah selesai.” Mereka berdua berjalan menuju masjid Al- Muhajirin untuk menunaikan kewajibannya sebagai abdi Allah. Mereka menyusuri lorong dan jalanan stapak untuk bisa sampai ke masjid Al- Muhajirin.
Selang beberapa saat mereka meleburkan diri dengan jama’ah. Membentuk sebuah shaf sebagai pemersatu dan kekompakkan mereka untuk menghadapkan wajahnya kepada Dzat yang Maha Mulia. Semua berpadu dalam kekhusyukkan sebagai bukti cinta mereka akan Tuhan dan pengharapan agar kelak mereka bisa bertemu dengan-Nya di sisi Allah yang Mulia.
“Is, setelah ini antum ada agenda tidak?”  Tanya Ramdan setelah mereka menunaikan sholat.
“Rencananya mau ke rumahnya ustad, tapi ustadnya lagi keluar makanya ane tunda minggu depan. Ada apa, Ram?”
“Tidak ada apa-apa hanya bertanya saja. Hari ini kita di kost aja yah kita buat pisang keju,” Ajak Ramdan. Isbullah menganggukkan kepala dan mereka pun berlalu meninggalkan rumah Allah yang penuh berkah. Beberapa jama’ah masih terlihat bertafakkur di dalam masjid.
“Maaf boleh bertanya?” Hadang seorang laki-laki yang seumuran dengan mereka yang membuat langkah keduanya terhenti. Ramdan dan Isbullah tampak kebingungan karena mereka tidak sama sekali mengenal laki-laki tersebut.
“Maaf dengan siapa? Ada yang bisa kami bantu?” Tanya Isbullah untuk menghilangkan kebingungannya.
“Dengan Isbullah?” Tanya laki-laki yang tidak mereka kenal itu.
“Iya,” Angguk Isbullah.
“Ini ada titipan dari temanku. Katanya terima kasih atas bantuannya dua hari yang lalu,” Terang laki-laki tersebut sambil memberikan  sebuah bungkusan besar bercorak bunga kepada Isbullah.
“Kalau boleh tau nama temannya siapa?” Kembali Isbullah menanyakan hal tersebut untuk menepis rasa penasarannya,
“Namanya ada terpampang di dalam bungkusan tersebut kok. Entar kalau udah dibuka pasti mas tau siapa ia. Kalau begitu aku pamit dulu mas, masih banyak urusan yang perlu aku selesaikan. Aku Lukman mas, mahasiswa Universitas Islam Negeri.” Jelas Lukman sambil melambaikan tangan dan meninggalkan mereka berdua.
“Makasih mas,” Lukman tak mengubris Isbullah. Ia terus berlalu menjadi sebuah titik kecil dan hilang dari pandangan mereka berdua.
Isbullah dan Ramdan melanjutkan langkahnya menuju kostnya. Namun, hatinya masih dilingkupi rasa penasaran akan kehadiran Lukman dan sebuah bungkusan besar yang ia dapatkan. Ia membolak-balikkan ingatannya akan kejadian yang telah ia lewati dua hari yang lalu. Namun, hasilnya nihil karena rasa penasarannya lebih kuat dari kemampuan ingatannya.
“Siapa yah?” Bisiknya pada dirinya sendiri
“Mas, jangan lupa dibagikan ke ane juga yah? Kan lumayan kalau isinya makanan bisa nyambungi hidup kita beberapa hari ke depan. Apalagi mahasiswa seperti kita yang hidup dalam perantauan. Hehehehe,” Celoteh Ramdan panjang lebar tentang angannya pada bungkusan besar tersebut.
“Iya akhi. Insya Allah kalau bermanfaat kita bagi-bagi sekalian dengan ikhwah yang lain. Yah bagi-bagi rezeki Allah. Kan hidup ini indah jika berbagi.” Mereka tertawa bersama.
***


Comments