Hijrahku Pun Berlabuh
(Muh. Ramli)
Ada kalanya kita akan mendapati fase dimana
sesuatu yang kita tidak sukai dan benci ternyata itulah yang terbaik untuk kita
menurut Allah. Begitupun sebaliknya ada kalanya kita menemui fase yang kita
sukai dan ingin menjadi bagian darinya namun bukan itu yang terbaik menurut
Allah. Sehingga menjadikan kita kecewa. Menjadikan kita bertanya; kenapa harus
seperti ini? Kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain.
Namun, kita kembali tersadarkan oleh ayat-Nya
yang harus kita renungi serta tadabburi bahwa Allah-lah yang paling tahu
tentang kita. Baik buruknya sesuatu kita harus menurut penilaian Allah. Bukan
penilaian kita.
“........ boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak Mengetahui.” [QS. Al-Baqarah (2): 216].
Pengetahuan kita terbatas. Maka Allah yang
memberikan kita pengetahuan. Maka segala hal harus disandarkan kepada-Nya.
Yakinkan diri. Minta kemudahan dalam memahami segala sesuatunya. Begitupun
dengan takdir dan hari esok kita di masa depan tidak ada yang tahu. Apakah kita
menjadi mujahid-Nya atau bagian dari hamba-Nya yang ingkar. Tidak ada yang tahu,
apakah kelak kita akan menjadi pengemban dakwah syariat-Nya ataukah menjadi
hamba-Nya yang menghalangi dakwah. Apakah berjalan di atas sunnah Rasul-Nya
ataukah meninggalkannya. Tapi siapapun kita. Aku, Kau dan kamu mari terus
meminta untuk setiap perjalanan kita akan bermuara pada-Nya. Sehingga kelak
kita terpilih menjadi para pejuang agama-Nya.
[***]
Siapa yang tahu dan terpikir bahwa kelak aku
akan menjadi bagian dari pejuang dakwah-Nya yang berhimpung dengan saudara
se-iman dalam salah satu Organisasi Dakwah terbesar di Nusantara, yakni Wahdah Islamiyah. Tidak ada yang tahu persisi bahwa kelak aku akan menjadi bagian
darinya yang terus berkiprah menebar manfaat dan semangat untuk mendekati
Allah. Mengabdi pada-Nya dengan pengabdian yang benar. Mencintai-Nya dengan
sebenarnya cinta.
Tidak ada satupun yang tahu. Bahkan aku
sekalipun tidak pernah terpikir untuk bergabung dalam lembaga tersebut. Tidak
pernah sekalipun terlintas bahwa saat dewasa nanti aku akan bergabung dalam
Wahdah Islamiyah. Tidak ada. Jangankan bergabung untuk mengetahuinya saja aku
tidak pernah tertarik. Jangankan untuk bersama-sama berjuang mengenal ideologi
serta pergerakannya saja tidak membuatku berkeinginan menggalinya. Tapi sekali
lagi kukatakan bahwa Allah-lah yang lebih tahu mana yang terbaik bagi
hamba-hamba-Nya. Allah-lah yang berhak memutuskan pilihan terbaik bagi diri
kita. Dan lambat laung akupun tersadar dan haqqul yakin akan semua itu.
Dimulai dari perjalananku ke Kota Bais
Kalimantan Utara (dulu masih Kalimantan Timur) pada liburan semester, kemudian
mengikuti Daurah yang diselenggarakan oleh Wahdah Islamiyah dan aktif pada
halaqah Tarbiyah pekanan yang mereka selenggarakan. Saat itu tidak ada sama
sekali niat untuk menjadi kader aktif. Jangan kader aktif, menjadi kader Wahdah
Islamiyah saja tidak pernah terlintas dalam benak pikirku.
Keaktifanku pada halaqah Tarbiyah hanya sebatas
mengobati kehausan diriku akan ilmu yang tidak kudapatkan di bangku kuliah dan
di organisasi yang aku berkiprah di dalamnya. Halaqah Tarbiyah kujadikan
sebagai rutinas pekanan yang harus dan wajib aku datangi sehingga aku mampu
memiliki pengetahuan luas akan agama dan menambah khazanah ilmuku yang mampu
menjadikanku memiliki nilai plus di antara mahasiswa yang lainnya. Di samping
itu, sedari kecil aku sangat mencintai ilmu. Bahkan ketika tidak ada dukungan
untuk melanjutkan sekolah. Saat itu ketika aku lulus Sekolah Menengah Pertama
tidak ada dari keluargaku yang mendukungku untuk melanjutkan sekolah ditingkat
SMA. Namun karena kecintaanku pada ilmu menjadikaku nekat untuk mendaftar tanpa
dukungan mereka dan alhamdulillah Allah memberi jalan untuk semua. Maka
mendapatkan kelompok majelis ilmu secara gratis tidak mungkin aku sia-sia kan.
Namun semakin aku mengikuti halaqah Tarbiyah
tersebut menyadarkan aku bahwa ada yang salah pada diriku. Ada yang perlu
dibenahi dari dalam diriku. Ada sesuatu yang sakit pada diriku. Yakni hatiku.
Yah! Niatku salah dalam mengikuti halaqah Tarbiyah. Ada yang salah dengan niat
awalku yang harus aku perbaharui dan memohon ampun pada-Nya. Seiring
berjalannya waktu semakin menyadarku tentang pentingnya halaqah ini dan
bagaimana kita mengikhlaskan serta memperbaiki niat kita belajar. Niat kita
untuk Tarbiyah. Yakni niat hanya untuk Allah. Ikhlas semata-mata untuk Allah. Dan
semua itu tidak kudapatkan dalam diriku. Yang hanya kudapati bahwa aku mengikut
Tarbiyah hanya karena dianggap sebagai seorang yang berilmu. Di pandang oleh
Mahasiswa yang lain sebagai mahasiswa yang cerdas. Diberikan gelar sebagai
manusia yang sibuk dengan ilmu dan pemanfaatan waktu. Astagfirullah. Ya
Allah, ampuni dosa hamba dan jadikan niat hamba sebagai jalan untuk mendekatkan
diri pada-Mu. Jadikan niat ini hanya semata-mata untuk-Mu, ya Rabb. Jadikan
diri hamba ikhlas dan istiqomah. Jangan engkau hinakan hamba karena niat hamba
yang salah. Jangan Engkau mencabut nikmat menuntut ilmu ini pada hati hamba.
Astagfirullah. Hamba memohon ampun pada-Mu, Ya Rabb.
Aku menyadari kesalahanku setelah bercimpung
dalam halaqah Tarbiyah. Aku menyadari diri dan kewajibanku sebagai hamba. Dan
dalam Tarbiyah ini mengubah mindset ku bahwa ilmu itu bukan untuk diri
sendiri. Bukan untuk menjadi ajang membangga-banggakan diri. Bukan untuk
membusungkan dada bahwa aku lebih baik dari yang lain. Tarbiyah ini
mengajarkanku bahwa kewajiban kita menuntut ilmu kemudian mengajarkannya. Mengamalkannya.
Menghiasi diri kita dengan akhlak. Baik kepada Allah maupun kepada hamba-Nya.
Di Tarbiyah ini menyadarkan diriku bahwa setiap kita memiliki potensi. Memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing dan Allah menciptakan kita semua untuk
saling melengkapi satu sama lain. Dalam Tarbiyah memberikanku pemahaman bahwa
dakwah itu bukan hanya tentang ‘Amar Ma’ruf. Menyeru pada kebaikan.
Mengajak kepada yang baik. Namun harus diiringi dengan Nahi Mungkar. Menjadi
bagian yang memberi solusi atas keburukan yang terjadi di sekitar kita.
Memberanikan diri menyatakan bahwa yang haq adalah haq dan yang batil adalah
batil. Memberanikan diri untuk memberi nasehat ketika ada yang salah. Memberi
solusi jika dihadang masalah. Bukan hanya memberi kritik namun meninggalkan.
Semangat ‘Amar Ma’ruf-Nahi Mungkar ini
kudapati dalam tarbiyah. Kemudian menuntutku untuk mengamalkannya dalam
keseharian tanpa harus melupakan diri sendiri. Menjadi bagian dari yang
mengambil peran dakwah dan memberikan sumbangsi nyata untuk menolong agama
Allah. Bukankah Allah meneguhkan dan akan menolong kita ketika kita menolong
agama-Nya? Lalu bagaimana caraku untuk menolong agama-Nya. Bagaimana caraku
untuk menjadi bagian dari mujahid-Nya? Bukankah Tarbiyah tidak cukup? Bukankah
Tarbiyah adalah proses untuk menambah khazanah ilmu kita? Setelah itu apa?
Maka berangkat dari kesadaran itu kuteguhkan
tekad dan azzamku bahwa aku harus menyibukkan diriku. Aku harus menjadi bagian
dari lembaga Wahdah Islamiyah. Aku tidak mau menjadi penonton saja atau penikmat
sejarah. Aku ingin menjadi pelakon. Aku ingin menjadi pemeran yang sibuk dengan
urusan dakwah. Sibuk dengan kegiatan yang diprogram oleh lembaga Wahdah
Islamiyah. Aku ingin menjadi pelopornya dan menjadi penggeraknya. Kapan dan
dimanapun itu. Sebab aku yakin bahwa semua bukan karena diriku semata tapi
karena Allah yang menggerakkan serta memilihku untuk menjadi bagian dari
lembaga ini.
Dengan modal basmalah.
“Bismillahirahmanirahhim” aku labuhkan hijrahku untuk berjuang bersama di
Bahtera ini. Mengarungi ganasnya zaman fitnah. Melalui setiap nikmat perjuangan
dan onak duri yang siap menghadang. Menikmati setiap langkah kaki yang
kiprahnya berjalan menuju-Nya. Berjalan di atas perjuangan untuk agama-Nya.
Menikmati setiap hal yang kelak akan menjadi saksi di hadapan-Nya, bahwa aku
dan beberapa saudaraku yang lain pernah mengambil bagian. Pernah memberi
kontribusi nyata. Dan semoga Allah senantiasa menjaga keikhlasan hati kami
karena-Nya. Bukan yang lain.
Hijrahku pun berlabuh. Berlabuh di
Organisasi Wahdah Islamiyah (wahdah.or.id). Hijrahku untuk memilih wadah untuk
berdakwah. Berdakwah dengan niat semata-mata hanya untuk Allah. Berdakwah
dengan manhaj yang benar. Manhaj para shalafusholeh. Berdakwah dengan sistematik.
Karena setiap
dakwah yang diusung harus tersistematik.
Terencana. Terorganisir. Harus teratur sebab tanpa persipan maka
mustahil tujuan daripada dakwah itu bisa tercapai. Sama pentingnya dengan
berjama’ahnya kita dalam berdakwah atau berkelompok. Seorang manusia yang
berdakwah sendiri saja tanpa melibatkan kelompok manusia atau jama’ah maka
dakwah itu tidak mampu menyaring keseluruhan pada tujuan dakwah. Maka perintah
Allah sangat jelas yang memerintahkan kita untuk berkelompok, berjama’ah dalam
dakwah ini.
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” [Qs. Ali
‘Imran (3): 104].
Selain
berkelompok, Allah juga menganjurkan kita untuk berada pada keteraturan.
Sebagaimana dalam firman-Nya; “Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” [Qs.
Ash-Shaff (61): 4].
Allah
menyukai keteraturan dalam jama’ah. Sebab kita sedang berperang. Berperang
melawan kemungkaran. Berperang dalam kemalasan. Berperang dalam nafsu syahwat
yang membelenggung saudara kita sehingga meninggalkan Allah. Berperang
menaklukan hati-hati manusia yang lalai untuk kembali kepada jalan Allah.
Kepada syariat dan aturan-Nya. Maka dalam perang ini (dakwah) kita dituntut
untuk berada pada barisan jama’ah atau kelompok yang mereka teratur di dalamnya
ibarat sebuah bangunan yang tersusun kokoh. Karena patut kita sadari bahwa
keburukan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.
Dan semua itu kudapatkan di lembaga
ini. Di Wahdah Islamiyah. Kiprah dakwah yang diembang di Wahdah Islamiyah
menjadikan setiap kadernya mampu dan harus mengambil perang dakwah dari semua
linih sesuai dengan potensi yang Allah anugerah kepada mereka. Termasuk diriku.
Meskipun aku termasuk pengurus baru di lembaga ini namun para asatidzah
memberikan ruang bagiku untuk mengembangkan bakat dan potensi. Memberikan
kesempatan dan ruang bagiku untuk mengakomodir kegiatan. Baik itu kegiatan
kecil maupun berskala besar. Mereka percaya kepadaku. Namun kepercayaan mereka
tidak semata-mata melepaskanku begitu saja tanpa ada kontroling dan pembinaan.
Tidak! Mereka membimbingku serta mengarahkanku bagaimana mengolah sebuah
kegiatan dan yang paling penting ditekankan bagiku dan bagi kami semua adalah sifat
amanah. Sifat bertanggung jawab. Karena kelak semua akan dipertanggung jawabkan
di hadap-Nya. Sekecil apapun itu.
Kegiatan
demi kegiatan yang terlaksana semakin menjadikanku mengerti bagian diriku serta
pentingnya dakwah itu dalam berjamaah. Pentingnya sebuah organisasi dakwah yang
harus terus bergerak. Pentingnya keikutsertaan kita dalam lembaga Wahdah
Islamiyah ini. Sebgai jalan untuk menjawab tentang urgensi dakwah itu. Karena
urgensi dakwah dan Wahdah Islamiyah adalah satu paket. Sejalan dan beriringan.
Sebab tujuan dari didirikannya organisasi dakwah ini untuk mengfokuskan pada
dakwah Tauhid. Dakwah untuk kembali ke jalan Allah. Serta perlu kita ketahui
bahwa berdakwahnya kita bukan untuk membeserkan nama Wahdah Islamiyah dibanding
dengan organisasi Dakwah yang lainnya. Atau menjadikan Wahdah Islamiyah adalah
saingan dalam dakwah dan menjadi penghalang untuk mengeksiskan organisasi yang
lain, tapi ia hanyalah wasilah atau wadah untuk mengambil bagian dalam Agama
dan Dakwah. Untuk menjadi pejuang-pejuang Allah Ta’ala. Dan sebagai jalan untuk
menjadi penolong agama Allah.
Dan kini
kumantapkan hijrahku untuk berlabuh. Berlabuh disini. Di Wahdah Islamiyah yang
selalu memberikanku semangat untuk terus berbagi. Menyadarkanku bahwa ilmu yang
aku dapatkan di Halaqah Tarbiyah bukan untuk diriku sendiri melainkan untuk aku
amalkan. Untuk aku manfaatkan untuk ummat. Untuk menjawab keresahan dan masalah
yang dihadapi umat. Di Wahdah Islamiyah menuntutku untuk tidak menjadi
manusia-manusia egois. Manusia yang hanya sholeh secara individu. Manusia yang
hanya memperbaiki kualitas amalan kebaikan namun bagaimana aku mengenggam
tangan saudaraku untuk bersama-sama taat pada-Nya. Untuk bersama-sama menjadi
hamba yang “sami’na wa ‘atho’na. Mendengar dan taat.” Untuk bersama-sama
berjalan menuju surga-Nya. Di lembaga ini kutemukan semangat perjuangan yang
dilandasi dengan ilmu. Dibarengi dengan pengamalan bukan hanya unggul dalam berteori
melainkan dibuktikan dengan perbuatan dikeseharian kita. Maka dari itu selalu kukatakan pada diriku “I
am Proundly Wahdah Islamiyah.”
[ ]
Comments
Post a Comment