Kasih sayang dan cinta
dari Allah selalu terguyur melalui amanah kenikmatan dari-Nya. Dia memberikan
tanpa meminta balasan. Mencintai tanpa pernah memaksa kita untuk mencintai-Nya.
Mengasih tanpa meminta untuk mengasih-Nya. Dia Maha Sempurna. Maha Segalanya
dan tak ada sekutu bagi-Nya. Ke-Mahaan-Nya tidak tertandingi oleh apapun dan
siapapun.
Pernahkah
kita mendapati diri kita, setiap terbangun di pagi hari, Datang utusan dari-Nya
(Malaikat Jibril ‘alaihisalam) meminta
bayaran atas ni’mat yang telah Dia berikan? Atas segala rahmat yang Dia
guyutkan siang dan malam? Atas segala fasilitas yang Dia berikan secara
Cuma-Cuma alis gratis? Jawaban kita semua sama. TIDAK. Yah, tidak pernah kita
mendapati diri kita di setiap bangun pagi. Lantas apa alasan kita untuk tidak
bersyukur pada-Nya? Bukankah sudah sangat jelas firman-Nya pada diri kita
tentang salah satu wujud cinta-Nya? Maka mari kita perhatikan bersama-sama.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih."[QS. Ibrahim (14): 7]
Dari
ayat ini, sangat jelas dan detail, Allah Ta’ala menginginkan kita untuk terus
bersyukur pada-Nya sebagai tanda kehambaan kita pada-Nya. Rasa syukur kita
bukan membuat Allah beruntung atau merugi. Atau menambah dan mengurangi
kekayaan-Nya. Melainkan menjadikan kita sadar bahwa kita ini mahluk yang lemah
dan apa yang kita dapatkan datangnya dari Allah. Para ulama mengemukakan tiga
cara bersyukur kepada Allah.
Pertama,
bersyukur dengan hati nurani. Hati nurani manusia selalu benar dan jujur. Maka
orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah
mengingkari banyak ni’mat Allah. Pada hati yang paling dalam, kita sebenarnya
mampu menyadari seluruh ni’mat yang kita peroleh tidak lain berasal dari Allah.
Kedua,
bersyukur dengan ucapan. Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur kita
kepada Allah adalah melafalkan hamdalah. Banyak memuji Allah Ta’ala atas bukti
rasa syukur kita pada-Nya. Melafalkan ucapan hamdalah dengan penuh kesadaran
dan ketulusan bahwa Dzat yang Maha Suci Dia-lah yang memberi segala ni’mat.
Ketiga,
bersyukur dengan perbuatan, yang biasa dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang
diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang
positif. Perhatikanlah firman-Nya dalam QS. An-Nahl (16): 78
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Kalau
kita pikir lebih dalam, bagaimana jadinya jikia manusia hidup dalam keadaan
buta dan tuli? Maka tidak dapat berbuat apa-apa, hidupnya banyak dihabiskan di
rumah sakit dan menjadi beban untuk orang lain. Demikianlah ni’mat penglihatan,
pendengaran dan akal menjadi ni’mat sarana dasar kehidupan manusia. “Menurut
Imam Al-Ghazali; ada tujuh anggota tubuh yang harus dimaksimalkan untuk
bersyukur. Antara lain, mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan, dan
kaki. Maka tidak ada alasan yang menguatkan kita untuk tidak bersyukur
pada-Nya. Apalagi ketika kita telaah lebih dalam sambungan ayat-Nya yang
menganjurkan kita bersyukur; “Pasti kami
akan menambah (nikmat) kepadamu.”
Ada
kata ‘Pasti.’ Sebuah jaminan dan janji dari Allah bahwasanya Allah akan
menambahkan ni’mat-Nya kepada mereka yang senantiasa mensyukuri ni’mat. Ibarat
ketika kita mensyukuri ni’mat-Nya satu, maka akan dilipat gandakan menjadi dua,
tiga, empat, lima dan seterusnya. Dan perhitungan kelipatan ni’mat-Nya, dua,
tiga, empat dan lima tidak sama dengan perhitungan manusia. Bisa jadi dua
menurut kita, namun bagi Allah adalah dua puluh ribu atau yang lebih tinggi
lagi. Dan kita semua yakin bahwa janji Allah adalah sebuah kepastian. Sebab Dia
tidak pernah ingkar.
“Ingatlah, Sesungguhnya
kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, Sesungguhnya
janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).”[QS.
Yunus (10): 55]
Mendengar
ayat-Nya saja sudah membuat kita bahagia dan tidak perlu khawatir. Apalagi
berfikir untuk mencari selain dari-Nya. Maka mari terus membiasakan diri dan
menjadikan sebuah keharusan untuk senantiasa menjadi hamba yang pandai untuk
bersyukur. Lantas apakah Allah akan mengazab kita ketika kafir dan tidak
bersyukur pada-Nya? Menjawab pertanyaan ini, kita tidak perlu untuk mencari
jawaban jauh-jauh sebab Allah mengandengkannya dalam ayat yang sama dalam
perintah untuk bersyukur, yakni; “dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih." Ayat menjelaskan dan menguraikan kepada kita semua tetap
betapa besar cinta dan kasih sayang-Nya. Betapa Allah sangat menginginkan kita
menjadi hamba yang beruntung dan menjadi hamba yang selalu taat pada-Nya. Sebab
ayat ini, menyadarkan kepada kita bahwa Allah memberikan sebuah peringat yang
sangat halu sekali. Bahwa ketika kita kufur atau kafir terhadap ni’mat-Nya, Dia
mengingatkan kepada kita bahwa Azab-Nya
sangat pedih. Allah tidak mengatakan “Dan
jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka Aku akan menimpahkan azab yang sangat
pedih.” Namun, melalui ayat ini, Allah memperlihatkan ke-Maha Rahmat dan
Rahim-Nya kepada kita semua. Untuk selalu kembali pada-Nya. Untuk selalu dekat
pada-Nya. Mendengar dan Taat pada-Nya, kapan dan dimanapun itu. Sendiri atau
dikeramaian kita selalu taat dan menjadi hamba yang bersyukur.
Ayat
ini merupakan wujud cinta-Nya kepada kita. Mengajarkan, bahwa Dia selalu
menginginkan yang terbaik untuk kita. Merangkul kita dan membisikkan cinta
melalui ayat-ayat-Nya. Maka mari mencintai-Nya dengan benar dengan menjadi
hamba yang pandai bersyukur.
[
]
Masyaa Allâh...
ReplyDeleteTerimakasih atas nasihat & renungannya ustadz, semoga kita menjadi hamba yang selalu bersyukur...
Tak luput memang kita sebagai hamba yang lemah kadang lalai dengan nikmat Allâh yang dianugerahkan, untuk itu kita harus selalu belajar untuk memahami hakikat syukur kepada Allâh...
Na'am akhi azwan. Mari sama-sama menjadi hamba Allah yang taat dan mesholeh-kan diri dan sekitar kita.
Delete